Tentang Panggilan Jiwa

Hidayat Abisena
4 min readJan 31, 2021
Tulisan ini dibuat sembari mendengarkan musik Adagio in C Minor

Terkadang saya sering memikirkan tentang apa panggilan jiwa saya. Apa yang saya lakukan, yang bisa mendatangkan bahagia dan menghasilkan hal-hal yang ada manfaatnya. Saya punya banyak minat dan juga bakat di hidup ini. Saya suka seni terutama gambar-gambar ilustrasi. Saya lumayan bisa menggambar. Tapi kalo moodnya lagi bagus aja, hehehe. Saya juga suka bermain musik. Terutama musik instrumen, musik jazz atau musik-musik bergenre up-beat.

Disisi lain saya juga suka hal-hal yang sifatnya sangat teknikal seperti programming, arsitektur (meskipun ngga ngerti apa-apa soal dunia arsitek) serta sains. Problemnya adalah tidak ada satupun hal-hal yang saya sukai dimana saya sangat mahir dalam melakukannya.

A dedicated person is unstoppable. That’s what I just learnt.

Bisa gambar? Bisa. Tapi ya biasa-biasa aja.
Bisa main musik? Bisa. Tapi ya biasa-biasa aja.
Bisa ngoding? Bisa. Tapi ya ngga jago-jago amat.
Bisa fotografi? Bisa. Pakai iPhone tapi yah, jangan pakai kamera DSLR.
Bisa apa lagi? Banyak. Saya bisa mempengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu. Wah ini agak creepy sih, tapi saya tidak pernah menggunakan kemampuan tersebut untuk hal-hal yang buruk. Seingat saya sih gitu, hahaha.

Saya juga bisa menyeduh kopi manual brew dan sedang belajar Latte Art ~

Kemarin saya ada phone session dengan klien untuk evaluasi pekerjaan. Selesai membahas hal-hal teknis, obrolan pun berlanjut ke bahasan non-formal. Klien saya membahas tentang Panggilan Jiwa. Klien saya bilang, “Anda termasuk orang yang passionate — antusias dengan apa yang sedang Anda kerjakan. Dan itu membuat saya kagum. Meskipun kelihatannya Anda kurang tidur ya?”

Tentu saja saya senang mendapat apresiasi semacam itu. Tentu saja saya tidur. Kadang 3–4 jam sehari karena sudah terbiasa pola tidurnya seperti itu. Kadang kalau lagi lelah banget bisa sampai 8 jam tidurnya. Klien saya pun meminta tips tentang bagaimana bisa produktif sepanjang hari seperti yang saya lakukan. Sepertinya hidup saya penuh dengan produktifitas. Begitulah yang klien saya lihat tentang diri saya.

Promote yourself without fear, until others promote you without fear.

Yogyakarta dengan segala kesederhanaannya yang selalu membuat saya kagum

Siapa yang tidak senang ketika ada orang lain yang dengan terus terang, terbuka mengemukakan pendapatnya tentang diri kita tanpa kita minta. Saya senang dan merasa tersanjung. Terlebih karena saya tipe orang yang menghindari pujian dan menjauhi cacian. Hati saya tentu berbunga-bunga. Jika klien saya bisa lihat saya, senyuman lebar menyungging di bibir saya. Untung tidak lihat karena kita hanya melakukan WA Call. Saya tetap bisa mengendalikan diri supaya tidak terlalu kentara bahwa saya berbunga-bunga ketika dipuji.

Eh, lantas, apa kaitannya dengan Panggilan Jiwa yang diawal saya sampaikan?

Kaitannya adalah, rupanya saya belum tahu persis apa Panggilan Jiwa saya. Apa yang membuat saya bahagia sekaligus menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Panggilan Jiwa yang Membahagiakan sekaligus Menghasilkan. Saya belum menemukan hal itu. Saya hanya mengerjakan apa-apa yang harus saya lakukan supaya tetap produktif, tidak jadi beban bagi orang lain, dan tidak membuang-buang waktu. Perjalanan eksplorasi minat dan bakat saya sepertinya merupakan perjalanan tanpa ujung. Hari ini melakukan apa, besok lusa belum tentu menjalankan minat yang sama. Bisa karena bosan, atau bisa juga karena ngga ada hasilnya.

Tapi satu hal yang saya bisa pastikan, mengetahui apa Panggilan Jiwa kita, tidak bisa kita temukan manakala kita masih struggling dengan basic need seperti; Sandang, Pangan, dan Papan.

Sandang, meskipun hanya pakaian yang itu-itu saja tapi cukup bersih, rapih, enak dilihat dan enak dipakai.

Pangan, meskipun makanan rumahan yang dimasak dengan sederhana. Yang penting tidak terlalu asin, tidak terlalu hambar. Dan terutama masih bisa dimakan.

Papan, meskipun ada sarang laba-laba di beberapa sudut rumah. Ada kecoa dibalik lemari, ada retakan-retakan panjang di dinding tembok, tempat makan — tempat tidur — tempat kerja masih di ruangan yang sama, akan tetapi cukup nyaman untuk dijadikan tempat berteduh.

Kurang lebih begitulah kondisi sandang-pangan-papan saya. Jadi, ngga terlalu struggle-struggle banget sih.

Kamu tidak harus mempunyai apa yang dipunyai orang lain. Karena kamu punya kualitas yang juga tidak dipunyai oleh orang lain.

Saya yang tidak pernah lulus kuliah, tanda tangannya malah laku sebagai pembimbing

Dilain kesempatan saya ingin bercerita tentang perjalanan karir saya. Seseorang yang hanya punya ijasah SMA, tapi belum pernah merasakan hidup menjadi pengangguran. Salah satu alasannya karena saya bertekad ingin menemukan panggilan jiwa saya itu tentang apa. Tekad itu yang mendorong saya untuk terus move forward.

Jadi mungkin kalau kita masih berjuang di hal-hal mendasar seperti sandang, pangan, dan papan, rasanya akan semakin sulit untuk menemukan apa panggilan jiwa kita. Panggilan Jiwa yang Membahagiakan dan Menghasilkan.

Punya pendapat lain? Silahkan DM saya di Twitter [https://twitter.com/hidayatabisena]. Saya sangat ingin punya perspektif lain tentang apa itu panggilan jiwa.

Bella Ciao 🙋🏻

--

--