Grogi saat menanggapi Orang yang Berbudi

Hidayat Abisena
3 min readAug 27

--

Hari ke-2 dari 30 hari menulis cerita

Menghadapi orang yang berhati iblis sih udah sering lah ya. Udah gak aneh untuk berantem dan berdebat dengan orang yang sotoy dan nyebelin. Berkonflik dengan orang yang toksik juga udah biasa. Tapi ketika merespon orang baik yang berhati lembut dan berbudi luhur? Duh, suka bingung gimana cara meresponnya 🥹

Tidak terlatih untuk merespon orang baik dengan benar 😆

Jadi ini adalah tulisan hari kedua dari 30 hari membangun habit untuk menulis cerita. Sudah sejak dari tadi subuh, rasanya tidak sabar untuk mulai menulis. Tapi ditunda dulu karena ingin ganti suasana. Mumpung hari ini lagi road trip ke Jogja, sekalian deh nanti nulis blog nya pas udah di rest area saja.

Minggu, 27 Agustus 2023 13:15 WIB

Saat tulisan ini mulai dituangkan, saya sedang berada di rest area km 379A Batang arah Semarang. Seharusnya sekitar 2–3 jam lagi nyampe Jogja. Tapi karena perjalanan ini santai dan saya gak bawa teman, jadi ya suka-suka hati aja kapan mulai jalan lagi. Yang jelas tuntasin dulu kebiasaan menulis hari ini.

Starbuck Rest Area km 379A Batang

Selalu ada perasaan khawatir tiap kali harus berinteraksi atau merespon orang baik yang sedang berpartisipasi di proyek kerjaan yang lagi dijalanin. Apa pasalnya? Khawatir salah respon, khawatir responnya terlalu biasa, khawatir salah ngomong, khawatir kurang sesuai.

Ini case nya adalah ada orang yang baiiiik dan humble banget yang mau mensupport kelas backend web development Golang yang sedang saya handle. Bentuk supportnya berupa dukungan beasiswa penuh untuk dua kandidat peserta terpilih. Yang bikin makin grogi adalah orang tersebut merupakan top tier leader paling berpengaruh di industri IT Indonesia.

Jadi merasa malu sampe nyungsep ketika dikasih kebaikan semacam itu. Agak kikuk bagaimana harus meresponnya yang ujung-ujungnya ya respon standar semacam ungkapan terima kasih dan rasa terharu, diiringi doa tulus semoga kebaikannya menjadi amal pahala berlimpah dan berlipat ganda. Menjadi berkah dan sejahtera bagi orang baik tersebut.

Sungguh, jika ada yang tahu bagaimana cara merespon orang baik dengan cara yang lebih elegan dan proper, kamu layak mendapat certified extraordinary person. Iya saya ngarang dengan sertifikasi tersebut tapi poinnya, ya itu gimana caranya?

Ada beberapa yang terpikirkan ketika berterima kasih secara proper kepada orang baik yang telah membantu kita, diantaranya:

  1. Sampaikan secara verbal ucapan terima kasih dengan tulus tanpa harus dilebih-lebihkan
  2. Doakan agar panjang umur dan berkah
  3. Bertanggung jawab penuh atas kebaikan yang diterima, karena itu adalah amanah
  4. Teruskan kebaikan tersebut kepada orang lain supaya menjadi amal jariyah berkelanjutan (pay it forward)
  5. Kembali berdoa dan yakinkan diri bahwa Tiada Balasan dari Kebaikan selain Kebaikan itu sendiri
  6. Ulangi dan improve… hahaha, kebiasaan selalu tes dan ukur performa 😂

7. eh tapi itu beneran serius kok, selalu ukur apapun aktifitas yang ada kaitannya dengan performa. Karena apa-apa yang bisa diukur, pasti bisa di-improve

Saya selalu meyakini bahwa no act of kindness is ever wasted. Setiap perbuatan baik pasti tidak akan pernah sia-sia. Selalu ada bekasnya.

Hardworking people want to work with hardworking people. Kind people like to associate with kind people. Artinya bila kita dikelilingi oleh orang-orang baik, maka tandanya kita juga sebenarnya dianggap baik oleh orang-orang tersebut.

Amiin!!!

Kamu bisa membaca tulisan hari pertama disini: https://medium.com/@hidayatabisena/ekspresi-bukan-impresi-2e42c352ca6e

--

--